MATARAM - Dinas Dikbud NTB akan meninjau ulang regulasi mengenai larangan penggunaan gawai di lingkungan sekolah. Regulasi itu diterbitkan melalui surat edaran di masa pemerintahan Gubernur NTB TGB M Zainul Majdi pada 2017 lalu tentang Kawasan Sekolah yang Aman, Nyaman, Tertib dan Kondusif. “Kami akan evaluasi mengenai implementasi surat edaran ini,” kata Kepala Dinas Dikbud NTB H Aidy Furqan saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin (21/9).
Poin aturan tersebut menerapkan larangan membawa alat komunikasi ke sekolah bagi peserta didik. Menerapkan larangan penggunaan alat komunikasi kepada guru pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Untuk memfasilitasi komunikasi peserta didik dengan orang tua atau wali siswa, sekolah menyediakan fasilitas layanan informasi terpusat.
Menyediakan fasilitas komunikasi dengan jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa. Aidy mengatakan, saat itu regulasi tersebut memang harus diterapkan. Lantaran, sebelum diterbitkan telah melalui proses kajian dan temuan langsung di lapangan.
“Dari hasil kunjungan langsung pak gubernur TGB dan kepala dinas sebelum saya, kita monitoring ke sekolah ternyata banyak ditemukan siswa yang masih bebas membawa handphone ke sekolah,” jelasnya.
Dampaknya, siswa banyak yang mengabaikan penjelasan guru selama menyampaikan materi saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Di sisi lain, orang tua juga banyak yang mengeluhkan tentang peningkatan penggunaan pulsa. “Akhirnya dengan pertimbangan tersebut, keluarlah edaran itu, dan berlaku efektif di tahun ajaran baru 2017/2018 dan 2018/2019,” tegas pria bergelar doktor ini.
Namun dalam perjalanannya, kondisi pembelajaran mengalami perubahan yang sangat kontras. Lantaran, berada di situasi pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan 2021, yang mengharuskan proses KBM berlangsung secara daring, baik di rumah maupun di kelas. Selama KBM berlangsung, baik siswa dan guru memanfaatkan gawai, sebagai salah satu media pembelajaran.
“Masuk pandemi ini, belajar mengajar diganti dengan pola daring, dan ini membutuhkan fasilitas yang namanya smartphone, bahkan di sekolah pun, anak-anak diarahkan memanfaatkan pembelajaran digital,” jelasnya.
Karena banyaknya perubahan mendasar, evaluasi memang harus dilakukan. Menurutnya, peserta didik tidak dilarang membawa gawai ke sekolah. Tetapi, pemerintah akan mengatur pola penggunaannya. “Jadi bawa handphone ke sekolah tidak setiap hari,” kata dia.
Hal ini untuk meminimalisasi, banyaknya keluhan guru mengenai penggunaan gawai oleh peserta didik di sekolah. Sehingga, saat sekolah memperbolehkan, fungsi gawai hanya dimanfaatkan untuk pembelajaran dengan tema tertentu. “Misal hari Senin, siswa kelas A dan B yang boleh bawa (handphone, Red), jadi guru yang memanfaatkan media pembelajaran,” ujarnya.
“Jadi penggunaan Hp hanya ada dia dua kelas itu, begitu juga seterusnya, jadi polanya bergilir,” sambung Aidy.
Evaluasi itu ditargetkan rampung sebelum tahun 2023. Tentunya, banyak hal yang harus dikaji kembali tanpa mengesampingkan kebijakan pembelajaran berbasis digital yang tengah dikembangkan Kemendikbudristek. “Banyak sekolah kita yang menjalankan program literasi digital,” kata dia.
Jika sebelumnya, surat edaran hanya mencakup untuk siswa SMA, SMK dan SLB, sebagai satuan pendidikan naungan Pemprov NTB, maka direvisi nanti aturan akan mencakup area yang lebih luas. Yakni menjangkau peserta didik jenjang SMP dan SD. “Revisi surat edaran ini juga bisa menyentuh ke bupati dan wali kota, sehingga pemda bisa membuat edaran serupa dengan sistematika pengaturan tadi,” pungkasnya.
Ketua Dewan Pendidikan NTB H Rumindah mendukung peninjauan ulang mengenai regulasi larangan membawa gawai ke sekolah. Karena saat ini, fungsinya terus mengalami perkembangan. “Di dunia pendidikan, benda ini sudah menjelma menjadi penunjang media pembelajaran.
Sumber post:lombokpost
Posting Komentar
0Komentar